Sabtu, 06 April 2013

Technopreneur  Sebagai  Kunci Sukses 

dalam  Meningkatkan Kesejahteraan dan 

Daya Saing Bangsa Indonesia  di Kancah 

Internasional

 

 

   “Pemerintah sangat mendorong pengembangan technopreneur karena dapat menjadi tulang punggung pembangunan nasional dan mendukung kemandirian bangsa,” kata Menko Perekonomian Hatta Rajasa ketika menyampaikan pidato ilmiah dalam rangka Dies-Natalies Ke-51 Universitas Ahmad Dahlan (UAD) di Yogyakarta.
 
  lantas apa yang dimaksud dengan  Technopreneur ?


  Technopreneur berasal dari gabungan 2 kata yakni “technology” dan “entrepreneur”, yang secara garis besar dapat diartikan sebagai seseorang  yang melakukan wirausaha dalam bidang tertentu  berbasiskan teknologi untuk mengembangkan produk.  Misalnya : 

   1Kampung Biogas Gunung Kidul yang mengoptimalkan potensi sumber daya peternakan sapi yang dimiliki masyarakat di Gunung Kidul berbasiskan teknologi dalam pengelolaannya. Bahkan kegiatan tersebut sekarang mampu membentuk badan usaha bersistem eco-education yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyaraakat  di Gunung Kidul dan daerah sekitarnya
 
  2. Jual-beli online, ini adalah tren bisnis yang semakin menjamur di dunia maya saat ini. Dengan memanfaatkan internet yang dianggap mempunyai banyak profit yang diperoleh, yakni hanya dengan membutuhkan modal relatif kecil, namun dapat menjangkau segmen pasar yang  luas
 
   3. Becak online adalah bisnis berbasiskan technopreneur yang sangat kreatif, dengan memanfaatkan technology yakni media jejaring sosial, si tukang becak meraih keuntungan yang berlipat ganda, bahkan dia dapat menjaring pelanggan tetap yang berasal dari mancanegara jika ingin berkunjung ke Indonesia, misalnya : Belanda, Jerman, Amerika, dan lain – lain. 

  Technopreneurship berperan penting dalam mengakomodasikan kebutuhan industri, usaha,  dan perekonomian. Oleh sebab itu, technopreneurship menggambarkan kemandirian suatu bangsa. 

  Iklim technopreneurship bangsa Indonesia saat ini masih tertinggal jauh dibandingkan dengan negara lain, bahkan dengan negara tetangga sendiri yakni Malaysia. Dalam World Economic Forum (WEF) yang merilis Global Competitiveness Index, daya saing Indonesia menempati urutan ke-44 pada 2010, menurun menjadi urutan ke-46 pada 2011 dan bahkan pada tahun 2012 peringkat  ndonesia anjlok menjadi urutan ke-50 dari 144 negara. Penilaian ini juga menunjukkan daya saing Indonesia masih lebih rendah dibandingkan Singapura, Malaysia, dan Thailand.
data WEF 2012 dapat anda lihat melalui tabel di bawah ini:




 Berkaitan dengan hal itu, maka pemerintah Indonesia menghimbau supaya perguruan tinggi serius untuk mendidik pemuda - pemudi Indonesia dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta mengembangkannya. Yang nanti diharapkan dapat menjadi  agen of change (agen pembawa perubahan), dan berada di barisan paling depan sebagai pelaku utama technopreneur, yang memiliki inovasi teknologi tepat guna, sehingga dapat diimplementasikan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan daya saing bangsa Indonesia  di kancah internasional. Tentu saja dengan cara mengangkat kearifan lokal (local wisdom) yang sudah menjadi identitas bangsa Indonesia.  

  “We must be able to control our destiny or we're controlled by someone” kata Dr.Jacky Mussry dalam seminar  global technopreneur yang diadakan di ITS ,6 April 2013.

  Untuk menjadi seorang technopreneur adalah sebuah pilihan. Walaupun  pemerintah Indonesia sangat mendorong pengembangan technopreneur, tapi mereka hanya memfasilitasi, mereka hanya menunjukkan arah, dan selebihnya kembali kepada diri kita masing – masing. Jadi, jika kita ingin menjadi seorang technopreneur maka jangan hanya menunggu action atau langkah – langkah kongkrit dari pemerintah. Kita harus bisa mandiri, memiliki daya saing global, memelihara networking dengan baik, dan yang paling penting adalah memanfaatkan technology dalam wirausaha kita, agar kiprah para technopreneur Indonesia tidak hanya eksis di kancah domestik saja, tapi juga di kancah internasional.